Tanggal 17 Agustus, adalah tanggal monumentaluntuk Bangsa Indonesia. Semuamasyarakatrepotmengingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Banyakwarga Indonesia menyongsong dengan beragamjadwal seperti upacara bendera dan perlombaan masyarakat.
Tidakkecualijemaahdan santri TQN PP Al Qodiriy, Kapanewon Semin, Kabupaten Gunungkidul. Mereka mengibarkan bendera Merah Putih di pusarabeberapanenek moyang, petilasan, danbeberapa pohon resan besar yang umumnya tumbuh disekitaran sumber mata air.
Adat ini adalahbentukuntukmenghidupkanlagi api nasionalisme sekalianmenjagapeninggalan budaya danreligius dari beberapaperintis bangsa.
Pimpinan TQN PP Al Qodiriy, Kyai Achid menjelaskanjikapenempatan bendera Merah Putih menjadi program teratur tahunan yang wajib diistiqomahkan oleh jemaah.
Saya mintasemuajemaahuntukmemasangkan bendera di pusara atau warisannenek moyang di daerahmasing-masing. Kita bukan hanyamengingati kemerdekaan, tapi juga berbakti kebeberapa sesepuh yang sudahbuka jalan untukangkatan kita,” tutur Kyai Achid ke sorot.co, Sabtu (16/08/2025).
Adat ini diawali daripusara Eyang Meles dan Eyang Kidang Kencana yang berada dipenyemayaman umum Karanganyar, Kalurahan Ngalang, Kapanewon Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul.
Pusaraitumempunyaisejarah panjang, penuh dengan beberapa nilaimulia, dantetapmenjadi pusat penyatuwargadi tempat. Sampaisekarang, adat bersih dusun atau rasulan di Gubuk Gedhe tetapdilakukansebagaibentuk penghormatan kenenek moyang.
Yang memikat, pusara Eyang Meles dan Eyang Kidang Kencana sejauh initerselinapdanjarang-jarang diketahui khalayak luas. Baru dalam sekian tahunakhir, pusaraitu mulai terangkut ke publik umum. Untukjemaah TQN, kehadiranpusara itu bukan sekedar situs sejarah, tetapipertanda kesakralan yang hendakmakin terbuka seiring berjalannya waktu dengan ijin Allah SWT.
Kita harusmenjagadan melestarikan tradisi budaya warisanleluhur. Penempatan bendera ini menjadi bukti bakti kita kebeberapanenek moyang, supayaberkahdanfaedah dunia akhirat mengucurkeangkatanini haridanangkatankedepan,” papar Kyai Achid.
Selainnyapusaradan petilasan, jemaahmemasangkan bendera di beberapa pohon besar resan. Pohon resan diyakinkanmenjadipertandakehadiran sumber mata air. Air, untukwarga Jawa, tidak cumakeperluan fisik tapi jugalambang kehidupan yang perlu dijaga.
Di Pagutan, jemaahmemasangkan bendera disekitaran sumber mata air Klampok. Menurut narasitemurun, sumber air ini dulubesar sekalisampaimembuatmasyarakatcemasdusun mereka akanterbenammenjadi lautan. Beberapa sesepuh selanjutnyamelangsungkan slametan dengan menyembelih kambing kendit. Mulai sejak itu, sumber air masih tetapkonstandanbergunauntukwargasampaisekarang.
Dengan memasangkan bendera di pohon resan dan sumber mata air, kita inginmemperjelasjikamenjaga alam sama dengan menjaga kedaulatan bangsa. Air ialah kehidupan, dan kemerdekaan harusmembuat perlindungan kehidupan itu,” tambah Kyai Achid.
Penempatan bendera Merah Putih di pusara, petilasan, dan sumber mata air bukan sekedarritussimbolik. Jemaah TQN yakini perjuangan kemerdekaan tidakterlepas dari doa, perjuangan, dan pengorbanan beberapanenek moyang, baik yang bernamaterdaftar dalam sejarahatau yang tidakdikenali.
Adat ini menjadi pengingat jika kemerdekaan bukan hadiah instant, tetapi hasil usaha panjang yang berakar dari beberapa nilaireligiusdankebersama-samaanwarga. Dengan mengibarkan bendera di beberapa tempatkeramat, jemaahberusahahidupkanlagi kesadaran kelompokjika kemerdekaan harus dijaga iman, budaya, dan kelestarian alam.